Jakarta - Organisasi kemasyarakatan (ormas) kembali menjadi sorotan setelah dinilai sebagai penyebab utama batalnya investasi negara hingga ratusan triliun rupiah. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa praktik premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas kerap menghambat investasi, khususnya di sektor manufaktur.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima berbagai laporan mengenai aktivitas oknum ormas yang mengganggu keberlangsungan investasi. Menurutnya, tindakan ini menciptakan ketidakpastian bagi investor, sehingga banyak dari mereka yang akhirnya mengurungkan niat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pengamanan Objek Vital
Menanggapi hal tersebut, Kemenperin telah mengupayakan agar beberapa industri strategis dikategorikan sebagai objek vital yang mendapat perlindungan langsung dari kepolisian. Langkah ini diharapkan mampu menekan tindakan premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas terhadap pelaku industri manufaktur.
"Kemenperin sudah mengupayakan beberapa industri strategis masuk dalam kategori objek vital yang mendapatkan pengamanan dari kepolisian. Kami menerima laporan serupa bahwa ada ormas-ormas yang diduga menghambat upaya investasi di bidang manufaktur," ujar Febri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Dengan adanya status objek vital ini, industri manufaktur diharapkan dapat beroperasi dengan lebih aman dan lancar tanpa gangguan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dampak Pungli Terhadap Investasi
Febri juga mengungkapkan bahwa pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum ormas turut menjadi salah satu faktor yang membuat biaya investasi semakin tinggi. Hal ini menyebabkan para investor berpikir ulang sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.
"Kami berharap penegak hukum, terutama pemegang keamanan, memberikan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi guna menurunkan biaya-biaya yang tidak terkait, atau menurunkan pungli lah, pungli terkait dengan investasi pabrik baru," jelasnya.
Pungli dalam proses pembangunan pabrik baru tidak hanya meningkatkan biaya investasi tetapi juga menciptakan ketidaknyamanan bagi investor. Hal ini pada akhirnya dapat berdampak pada minimnya ekspansi industri manufaktur di dalam negeri.
Premanisme dalam Pengelolaan Scrap
Selain pungli dalam investasi pabrik, Kemenperin juga menerima laporan mengenai praktik premanisme dalam pengelolaan scrap atau sisa material industri yang tidak terpakai. Febri menyebut bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang menguasai pengelolaan limbah tanpa adanya pengaturan yang jelas.
"Kita juga ada laporan preman yang mengelola scrap hasil, bahan baku pabrik yang tidak terpakai. Bahan baku daur ulang ini juga sering jadi sasaran. Karena itu, kami ingin ada pengaturan yang jelas mengenai tata niaga pengelolaan scrap," tegas Febri.
Ia menambahkan bahwa praktik seperti ini banyak terjadi di daerah industri seperti Bekasi dan Purwakarta. Ketiadaan regulasi yang jelas membuat para pengusaha merasa tertekan oleh tuntutan dari kelompok-kelompok yang menguasai pengelolaan limbah industri.
Pengusaha Tertekan karena Premanisme
Isu premanisme dan tuntutan dari ormas juga disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Ia mengungkapkan bahwa banyak ormas yang meminta jatah dalam berbagai aktivitas industri, termasuk dalam hal penetapan kavling untuk pengelolaan limbah.
"Yang namanya rebutan daripada limbah ekonomis itu sudah mulai dari investor sudah milih kavling. Itu cepat sekali terdengar (oleh ormas) dan itu sudah nongkrong semua itu. Jadi sudah minta jatah semua," ungkap Sanny.
Fenomena ini membuat para pengusaha merasa khawatir dan ragu untuk mengembangkan bisnis mereka di Indonesia. Ketidakpastian hukum serta tekanan dari kelompok-kelompok tertentu menjadi faktor utama yang menghambat pertumbuhan investasi.
Perlunya Tindakan Tegas Premanisme Ormas
Dalam menghadapi permasalahan ini, Kemenperin menegaskan bahwa peran aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk memberikan rasa aman bagi investor. Selain itu, regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan limbah industri juga dianggap sebagai solusi yang dapat menekan praktik premanisme di kawasan industri.
Jika dibiarkan terus berlanjut, masalah ini dapat berdampak pada turunnya minat investasi asing maupun domestik. Oleh karena itu, Kemenperin dan HKI berharap adanya langkah konkret dari pemerintah untuk menangani premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas.
Dengan adanya perlindungan hukum dan kebijakan yang lebih tegas, diharapkan sektor manufaktur di Indonesia dapat berkembang lebih pesat dan menarik lebih banyak investasi, sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.**