Jakarta - Dunia pendidikan dan kebebasan berekspresi kembali menjadi sorotan setelah Novi Citra Indriyati, vokalis band Sukatani, dipecat sebagai guru akibat lagunya yang berjudul Bayar Bayar Bayar viral di media sosial. Lagu tersebut diduga berisi kritik terhadap aparat kepolisian, yang kemudian memicu berbagai reaksi, termasuk penghapusan lagu dari platform musik dan permintaan maaf dari Novi beserta dua personel band lainnya.
Pemecatan Novi sebagai guru menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI). Organisasi ini menilai bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, serta bertentangan dengan hak dasar seorang warga negara untuk berekspresi.
Pemecatan Harus Dilakukan Sesuai Mekanisme
Dalam pernyataan resminya pada Minggu (22/2/2025), FSGI menegaskan bahwa pemecatan guru harus melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tindakan terhadap Novi, yang diduga dipaksa mengundurkan diri dan mengalami penghapusan data dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum ia menyampaikan permintaan maaf, dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang.
Pemecatan guru seharusnya berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2007 yang mengatur hak serta kewajiban guru. Selain itu, Permendikbudristek tentang perlindungan guru juga menjadi landasan hukum yang seharusnya diperhatikan dalam kasus ini.
"Guru juga merupakan warga negara yang dijamin hak-haknya oleh konstitusi RI untuk berekspresi, berpendapat, dan berkarya. Pemecatan yang diduga dipaksakan ini jelas merupakan tindakan sewenang-wenang dan berpotensi melanggar peraturan yang ada," tulis FSGI dalam keterangannya.
Hak berekspresi dan berpendapat yang dimiliki setiap individu juga telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Oleh karena itu, seharusnya aktivitas berkarya seorang guru tidak dijadikan alasan untuk memberhentikan mereka dari profesinya.
Hak Novi sebagai Guru Perlu Dikembalikan
FSGI mendorong pemerintah untuk mengembalikan hak Novi sebagai guru. Jika selama ini ia telah menjalankan tugasnya dengan baik, maka tidak ada alasan baginya untuk kehilangan pekerjaannya hanya karena berkarya melalui musik.
Menanggapi polemik ini, Bupati Purbalingga, Fahmi Muhammad Hanif, menyatakan bahwa pihaknya siap membantu Novi untuk kembali mengajar di sekolah. "Jika Mbak Novi berkenan untuk mengabdi di sekolah di Kabupaten Purbalingga, insya Allah saya selaku Pemerintah Kabupaten Purbalingga siap memfasilitasi dan siap men-support," ujar Fahmi.
Pernyataan ini menunjukkan adanya dukungan dari pemerintah daerah terhadap Novi. Namun, kasus ini tetap menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi guru di Indonesia. Jika dibiarkan, hal serupa bisa terjadi pada guru-guru lain yang ingin menyuarakan pendapatnya dalam berbagai bentuk seni atau media lain.
FSGI Minta Kepolisian dan Kemendikdasmen Membantu Novi
Sebagai langkah konkret, FSGI meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta dinas pendidikan setempat untuk membela hak Novi. Kebebasan berekspresi adalah hak fundamental setiap warga negara, dan negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak tersebut.
Selain itu, FSGI juga mendesak pihak kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada Novi tanpa tekanan. Seharusnya, kritik yang disampaikan melalui seni seperti musik tidak langsung berujung pada tekanan atau pemecatan. Negara seharusnya menjunjung tinggi prinsip demokrasi dengan menghormati kebebasan berekspresi warganya.
Kasus ini memunculkan pertanyaan lebih luas mengenai batasan kebebasan berekspresi bagi tenaga pendidik di Indonesia. Apakah seorang guru tidak boleh menyampaikan kritik melalui seni? Apakah tindakan terhadap Novi dapat menjadi preseden buruk bagi guru-guru lain yang ingin menyuarakan kegelisahan mereka melalui media kreatif?
Kasus pemecatan Novi sebagai guru akibat lagunya yang viral menyoroti pentingnya mekanisme yang adil dalam memberhentikan seorang pendidik. FSGI menekankan bahwa pemecatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.
Dukungan dari Bupati Purbalingga menjadi langkah positif, tetapi peran Kemendikbudristek dan kepolisian juga sangat diperlukan untuk memastikan Novi mendapatkan haknya kembali. Kebebasan berekspresi harus dijunjung tinggi, termasuk bagi para guru yang ingin berkarya di luar tugas mengajar mereka.
Ke depan, kasus ini bisa menjadi refleksi bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih melindungi hak-hak tenaga pendidik. Pemecatan tidak boleh dilakukan hanya karena seorang guru berani bersuara melalui seni. Dengan demikian, dunia pendidikan Indonesia tetap menjadi ruang yang inklusif dan demokratis bagi seluruh warganya.**