Jakarta, Kilaskini.com - Meski Pemerintah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online dari lintas institusi, namun hingga aktifitas judi online masih marak. Ribuan pengguna, konon kebanyak dari kaum remaja, kini masih aktif bermain judi online tanpa rasa khawatir. Pertanyannya, kenapa judi online susah diberantas dan tetap marak meski pemerintah melalui istitusi keamanan bertekad memberantas judi online hingga ke akarnya?
Menurut mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen (Purn) Susno Duadji, salah satu alasan kenapa judi online masih marak karena kekuatan duit perputaran judi online yang sangat besar.
"Nah, mengapa ini (judi online) berkembang sedemikian rupa? Karena ini dianggap biasa-biasa saja, tidak diberantas, padahal aturan hukumnya masih jelas sekali itu judi," kata Susno blak-blakan dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta, kemarin.
Padahal, menurut Susno, pemberantasan judi online ini jauh lebih mudah untuk bisa dilakukan dibandingkan dengan judi offline alias judi konvensional yang butuh lokasi.
Sebab, banyak jejak elektronik yang tersebar dan ditinggalkan oleh pelaku yang membuat mudah pelacakan aparat penegak hukum.
"Untuk melacaknya tidak sesulit judi offline, karena jejak elektronik itu ada, di PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) kan bisa dilacak rekening siapa, transfer kemana, berapa banyak, kalau menuju rekeningnya hanya satu ya berarti di situ pusatnya," jelas Susno.
Lantas apa yang bikin sulit?
Susno blak-blakan mengungkit soal kemungkinan paparan uang di oknum aparat.
"Ya kan kekuatan terbesar itu kan duit, hukum bisa kalah dengan duit, politik bisa kalah dengan duit," kata dia.
Bahkan, Susno menyebut kasus judi online ini memiliki kesamaan dengan kasus pungutan liar (pungli) yang sudah kronis di Indonesia.
"Sama dengan pungli, apa susah menangkap pungli? Hampir semua sektor ada pungli, khususnya perizinan, kemudian pengeluaran dokumen-dokumen pemerintah, apakah enggak ada pungli? Ya kalau enggak ditangkap jadi tidak ada," jelas Susno.
"Kalau tidak diungkap, ya seolah-olah negara kita ada tidak ada judi."
Terpisah, pemerintah di berbagai kementerian dan lembaga saat ini gencar memberantas judi online.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang juga berstatus Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online misalnya, pada awal pekan lalu mengumpulkan sejumlah ormas keagamaan untuk membahas pemberantasan judi online.
Muhadjir menegaskan komitmen pemerintah memberantas judi online. Dia menyitir ucapan Presiden Jokowi tentang bahaya judi online.
Di kesempatan lain, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyatakan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkantibmas) bakal diminta untuk mengawasi minimarket yang menjual pulsa untuk judi online.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhir pekan lalu juga mengumumkan memutus jalur internet diduga digunakan untuk judi online, terutama dari dan ke Kamboja dan kota Davao di Filipina.
Keputusan ini tertuang dalam surat keputusan nomor B-1678/M.KOMINFO/PI.02.02/06/2024 yang ditujukan untuk penyelenggara jasa telekomunikasi layanan gerbang akses internet (Network Access Point/NAP).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi akan memberikan surat peringatan ketiga kepada aplikasi pesan instan Telegram jika tidak ada respons dan tak kooperatif dalam menangani konten judi online (judol).
Sejauh ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan ada 4.000 sampai 5.000 rekening yang mencurigakan dan diblokir karena diduga terkait dengan judi online.
Mengenai isi 5.000 rekening yang diblokir tersebut, Mabes Polri menyebut wacana pemindahan ke kas negara dan saat ini masih dalam proses koordinasi dengan lembaga-lembaga lain. ***