Super Holding Danantara Lahir, Benarkah Kekuasaan Erick Thohir di BUMN Mulai Terkikis?

Super Holding Danantara Lahir, Benarkah Kekuasaan Erick Thohir di BUMN Mulai Terkikis?
Pembentukan Danantara menimbulkan berbagai spekulasi mengenai dampaknya terhadap kekuasaan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Jakarta - Revisi ketiga Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) akhirnya resmi disahkan, menandai era baru dalam tata kelola BUMN di Indonesia. Dengan disahkannya revisi UU ini, Indonesia kini memiliki super holding bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Pembentukan Danantara menimbulkan berbagai spekulasi mengenai dampaknya terhadap kekuasaan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Proses revisi ini berlangsung sangat cepat. Hanya dalam waktu kurang dari dua minggu sejak pembahasan awal pada 23 Januari 2025, RUU perubahan ketiga ini sudah disetujui dalam rapat tingkat I Komisi VI DPR RI pada 1 Februari 2025. Tak lama setelah itu, pada 4 Februari 2025, DPR RI dalam rapat paripurna akhirnya mengesahkan revisi tersebut menjadi undang-undang.

Salah satu alasan mendesaknya pengesahan UU ini adalah kebutuhan akan payung hukum bagi BPI Danantara. Sejak Oktober 2024, Kepala dan Wakil Kepala Danantara telah dilantik, yakni Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Kepala dan Kaharudin Djenod sebagai Wakil Kepala. Namun, badan ini belum memiliki dasar hukum yang jelas hingga revisi UU BUMN disahkan.

Implikasi terhadap Kewenangan Erick Thohir

Banyak pihak mempertanyakan mengapa Erick Thohir seolah rela memberikan sebagian besar kewenangannya kepada Danantara. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut bahwa revisi ini jelas akan mengurangi peran Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Pasalnya, pengelolaan perusahaan pelat merah kini lebih banyak berada di bawah Danantara.

Namun, dalam revisi UU BUMN yang baru, ada satu pasal yang menunjukkan bahwa Erick Thohir masih memegang peran kunci. Dalam Pasal 3M ayat (1), disebutkan bahwa Menteri BUMN otomatis menjadi Ketua Dewan Pengawas Danantara. Dengan demikian, meskipun ada pergeseran kewenangan, posisi Erick Thohir tetap strategis dalam tata kelola BUMN.

Dewan Pengawas Danantara sendiri akan terdiri dari Menteri BUMN sebagai Ketua merangkap anggota, perwakilan dari Kementerian Keuangan, serta pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden. Mereka akan bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi BPI Danantara, serta memiliki kewenangan dalam menyetujui rencana kerja, anggaran tahunan, dan laporan keuangan badan tersebut.

Skema Tata Kelola Baru BUMN

Dengan adanya Danantara, tata kelola BUMN di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Dalam skema ini, Kementerian BUMN tidak lagi berperan sebagai eksekutor dalam pengelolaan perusahaan pelat merah, melainkan hanya dalam kapasitas pengawasan. Sementara itu, BPI Danantara memiliki kewenangan eksekutif penuh dalam pengelolaan investasi dan strategi korporasi BUMN.

Namun, dalam kondisi tertentu, Kementerian BUMN tetap memiliki hak veto sebagai pemegang saham Seri A Dwiwarna. Jika terdapat keputusan yang dianggap bertentangan dengan kepentingan negara, kementerian dapat mengintervensi kebijakan Danantara. Hal ini memastikan bahwa kendali strategis BUMN tetap berada di tangan pemerintah.

Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), menilai bahwa sistem tata kelola baru ini memiliki potensi besar untuk mendorong BUMN menjadi pemain global. Menurutnya, yang terpenting adalah membangun sinergi antara Kementerian BUMN dan Danantara agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang bisa menghambat kinerja perusahaan pelat merah.

Potensi Hambatan dalam Implementasi

Di balik optimisme terhadap pembentukan Danantara, ada pula kekhawatiran mengenai birokrasi yang semakin berlapis. Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai bahwa skema baru ini justru menambah beban birokrasi bagi perusahaan pelat merah. Sebab, meskipun berada di bawah Danantara, keputusan strategis tetap harus mendapatkan persetujuan Kementerian BUMN.

"Bayangkan, ada BUMN yang dikelola Danantara, tetapi keputusan akhirnya tetap berada di tangan Kementerian BUMN. Ini adalah tambahan birokrasi yang membuat BUMN semakin sulit bergerak dengan lincah," ujar Herry.

Selain itu, ada pula kekhawatiran bahwa adanya dua entitas dengan kewenangan berbeda—Kementerian BUMN sebagai pengawas dan Danantara sebagai eksekutor—dapat memicu konflik kepentingan. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan visi antara dua lembaga ini bisa menghambat efektivitas dan akselerasi kinerja BUMN.

Revisi ketiga UU BUMN membawa perubahan besar dalam tata kelola perusahaan pelat merah di Indonesia. Dengan adanya BPI Danantara, diharapkan pengelolaan BUMN menjadi lebih profesional dan kompetitif di tingkat global. Namun, tantangan dalam implementasi tidak bisa diabaikan.

Keberhasilan skema baru ini sangat bergantung pada koordinasi yang baik antara Kementerian BUMN dan Danantara. Jika keduanya bisa bersinergi dengan baik, maka reformasi ini akan membawa dampak positif bagi ekonomi nasional. Sebaliknya, jika terjadi tumpang tindih kewenangan atau konflik kepentingan, justru bisa memperlambat kemajuan BUMN ke depan.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index