Bila BBM Subsidi Benar Dihapus, Segini Harga Asli Pertalite dan Solar di SPBU

Bila BBM Subsidi Benar Dihapus, Segini Harga Asli Pertalite dan Solar di SPBU
Pemerintah melalui Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menggulirkan wacana pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini dinikmati masyarakat.

Jakarta - Pemerintah kembali menggulirkan wacana pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini dinikmati masyarakat. Rencana ini diumumkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, dengan alasan subsidi BBM sangat membebani fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Luhut, kebijakan pencabutan subsidi BBM ini kemungkinan baru dapat direalisasikan pada 2027. Pemerintah menilai bahwa subsidi yang terus membengkak dari tahun ke tahun bukan hanya menguras anggaran negara, tetapi juga memperbesar ketergantungan terhadap impor BBM. Kapasitas kilang minyak di Indonesia saat ini hanya mampu mengolah sekitar 700.000 hingga 800.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan nasional mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari.

Subsidi BBM telah lama menjadi beban berat bagi keuangan negara. Dengan impor BBM yang semakin meningkat, devisa negara terus terkuras. Jika harga minyak dunia melonjak, subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah juga semakin membengkak. Oleh karena itu, pencabutan subsidi dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi tekanan terhadap APBN dan menjaga stabilitas ekonomi negara.

Saat ini, subsidi BBM yang diberikan pemerintah mencakup berbagai jenis bahan bakar, seperti Pertalite, Solar, minyak tanah, dan LPG 3 kg. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan I, Suahasil Nazara, subsidi ini memungkinkan masyarakat memperoleh BBM dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga aslinya.

Harga BBM Tanpa Subsidi

Jika subsidi dicabut, harga BBM di Indonesia akan mengalami kenaikan signifikan. Berikut adalah gambaran harga BBM jika tidak disubsidi:

Solar: Harga normal Rp 11.950 per liter, namun saat ini masyarakat hanya membayar Rp 6.800 per liter berkat subsidi sebesar Rp 5.150 per liter atau sekitar 43 persen dari harga normal.

Pertalite: Harga seharusnya Rp 11.700 per liter, namun masyarakat hanya membayar Rp 10.000 per liter karena pemerintah menanggung 15 persen atau sekitar Rp 1.700 per liter.

Minyak Tanah: Harga normal Rp 11.150 per liter, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 2.500 per liter karena subsidi mencapai 78 persen atau sekitar Rp 8.650 per liter.

LPG 3 kg: Harga normal Rp 42.750 per tabung, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 30.000 per tabung atau sekitar 70 persen, sehingga masyarakat hanya membayar Rp 12.750 per tabung.

Dampak Pencabutan Subsidi

Jika subsidi BBM dicabut, dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Harga BBM yang lebih tinggi dapat berimbas pada peningkatan biaya transportasi, harga barang dan jasa, serta daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan strategi mitigasi agar dampak negatif terhadap masyarakat dapat diminimalkan.

Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain peningkatan efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, serta pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada kelompok yang benar-benar membutuhkan. Pemerintah juga diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur kilang minyak guna mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.

Pemerintah telah memberikan sinyal kuat terkait pencabutan subsidi BBM yang kemungkinan akan direalisasikan pada 2027. Langkah ini dilakukan demi mengurangi beban fiskal negara dan ketergantungan terhadap impor BBM. Namun, pencabutan subsidi juga akan berdampak besar terhadap masyarakat, terutama dalam hal kenaikan harga BBM dan biaya hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah perlu merancang strategi yang matang agar transisi menuju harga BBM tanpa subsidi dapat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi yang berlebihan.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index