Update Terkini Korban Gempa Myanmar: 3.564 Orang Dinyatakan Tewas

Update Terkini Korban Gempa Myanmar: 3.564 Orang Dinyatakan Tewas
Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,7 yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025, kini telah meninggalkan dampak yang sangat memprihatinkan. Per hari Minggu, 6 April 2025, angka korban tewas gempa telah melampaui 3.500 orang.

Jakarta - Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,7 yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025, kini telah meninggalkan dampak yang sangat memprihatinkan. Per hari Minggu, 6 April 2025, angka korban tewas gempa telah melampaui 3.500 orang. Selain itu, sebanyak 5.012 orang dilaporkan terluka dan 210 lainnya masih hilang. Jumlah korban tewas ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan berlanjutnya upaya pencarian dan penyelamatan.

Gempa yang terjadi pada 28 Maret itu memicu kehancuran besar di banyak bagian Myanmar, dengan kerusakan paling parah terjadi di wilayah Sagaing yang terletak dekat dengan episentrum gempa, serta di Mandalay, kota kedua terbesar di negara ini. Gempa tersebut tidak hanya merobohkan bangunan-bangunan tinggi dan rumah-rumah warga, tetapi juga menghancurkan infrastruktur vital seperti jembatan dan jalan.

Pemadaman listrik terjadi di berbagai daerah, memperburuk keadaan darurat yang sedang berlangsung. Lebih dari satu minggu setelah gempa pertama, gempa susulan dengan kekuatan 4,7 skala Richter mengguncang tepat di selatan Mandalay, semakin menambah kesulitan yang dihadapi penduduk setempat.

Tantangan Evakuasi dan Bantuan

Hujan lebat yang melanda Myanmar beberapa hari terakhir semakin memperburuk situasi, dengan tanah longsor dan genangan air yang menghambat proses evakuasi dan distribusi bantuan kepada para korban. Upaya untuk mengevakuasi jenazah dan korban luka juga menghadapi kesulitan besar, mengingat kondisi medan yang sulit dan kerusakan luas pada sistem transportasi.

Laporan dari Myanmar Now pada Minggu (6/4) menyebutkan bahwa bantuan internasional telah mulai mengalir ke negara tersebut. Namun, upaya tersebut dihadapkan pada tantangan besar, mengingat buruknya kondisi komunikasi dan infrastruktur di wilayah yang terkena dampak. Situasi ini diperparah oleh konflik internal yang sedang berlangsung di negara tersebut, yang telah menghambat upaya pemulihan dan bantuan.

Kondisi Kemanusiaan yang Semakin Parah

Sebelum gempa melanda, Myanmar sudah berada dalam kondisi krisis kemanusiaan yang parah akibat konflik internal yang terjadi sejak kudeta militer pada 2021. Perang saudara yang melibatkan berbagai kelompok etnis dan pemberontak telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, menurut laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Laporan tersebut juga mencatat bahwa konflik ini telah memperburuk kesulitan bagi rakyat Myanmar yang sudah hidup dalam ketidakpastian dan kekurangan kebutuhan dasar.

PBB mengungkapkan bahwa sejak gempa terjadi, pemerintah militer Myanmar, yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, terus melakukan serangan terhadap kelompok-kelompok pemberontak. Setidaknya 16 serangan dilaporkan terjadi sejak Rabu, 2 April 2025, setelah pemerintah militer mengumumkan gencatan senjata sementara. Serangan-serangan ini jelas menghambat upaya pemulihan dan bantuan, menambah penderitaan rakyat Myanmar yang tengah menghadapi musibah besar ini.

Peran Pemerintah dan Junta Militer

Kepemimpinan Junta Militer Myanmar yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, yang merebut kekuasaan melalui kudeta pada 2021, semakin mempersulit situasi. Pemerintah militer yang berkuasa saat ini, yang diisolasi oleh sebagian besar dunia internasional, mendapatkan kecaman luas atas penanganannya terhadap krisis kemanusiaan dan penindasan terhadap warga negara yang menentang kediktatorannya.

Jenderal Min Aung Hlaing sendiri baru-baru ini melakukan perjalanan ke Bangkok untuk menghadiri pertemuan puncak regional pada 3-4 April 2025. Kehadirannya di acara tersebut memicu protes dari kelompok-kelompok anti-junta yang menyebutnya sebagai "pembunuh." Para demonstran juga menanggapi dengan mengangkat spanduk yang mengecam keterlibatannya dalam pertemuan internasional yang menyentuh isu-isu regional, termasuk kerjasama dengan Thailand dan India.

Harapan dan Keterlibatan Dunia Internasional

Meski upaya bantuan internasional telah dimulai, bantuan tersebut tidak dapat sepenuhnya menjangkau seluruh daerah yang terdampak akibat kerusakan infrastruktur yang meluas dan jaringan komunikasi yang tidak dapat diandalkan. Masyarakat internasional semakin mendesak agar komunitas global memberikan bantuan yang lebih banyak dan lebih cepat untuk membantu korban yang selamat dan memperbaiki kondisi kehidupan mereka yang sangat sulit.

Namun, tantangan besar tetap ada. Myanmar, dengan lebih dari 50 juta penduduk, tengah menghadapi periode yang sangat sulit, baik akibat gempa bumi yang menghancurkan maupun akibat dampak dari konflik yang berkepanjangan. Di tengah segala keterbatasan ini, harapan masih ada bagi warga Myanmar bahwa dunia internasional akan tetap memberikan perhatian dan bantuan yang mereka butuhkan untuk pulih dari bencana ini.

Penderitaan rakyat Myanmar bukan hanya akibat gempa, tetapi juga akibat situasi politik yang tidak menentu. Oleh karena itu, dunia harus berperan lebih aktif dalam memastikan bahwa bantuan yang diberikan tidak hanya mengatasi bencana alam tetapi juga memperhatikan aspek kemanusiaan yang lebih luas di negara ini.**

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index