Setelah Sepuluh Tahun, Akhirnya Angka Kelahiran di Korea Meningkat

Setelah Sepuluh Tahun, Akhirnya Angka Kelahiran di Korea Meningkat
Korea Selatan mencatat peningkatan angka kelahiran untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun pada 2024, sebuah perkembangan yang memberikan harapan di tengah krisis demografi yang telah berlangsung lama.

Jakarta - Korea Selatan mencatat peningkatan angka kelahiran untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun pada 2024, sebuah perkembangan yang memberikan harapan di tengah krisis demografi yang telah berlangsung lama. Data awal menunjukkan bahwa jumlah bayi yang lahir per 1.000 perempuan mencapai 4,7, sementara tingkat kesuburan—jumlah rata-rata bayi yang diharapkan dimiliki seorang perempuan sepanjang hidupnya—naik dari 0,72 pada 2023 menjadi 0,75 pada 2024. Secara keseluruhan, jumlah kelahiran meningkat sebesar 3,6%, mencapai 238.300 bayi.

Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan pernikahan setelah pembatasan COVID-19 dicabut. Jumlah pernikahan pada 2024 mencapai 222.422, tertinggi sejak 2019, menandai peningkatan 14,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Petugas statistik Korea Selatan, Park Hyun Jeong, menyatakan bahwa peningkatan angka kelahiran kemungkinan terkait dengan meningkatnya jumlah pernikahan pascapandemi. Selain itu, populasi usia awal 30-an mengalami peningkatan signifikan, yang turut berkontribusi pada kenaikan angka kelahiran.

Meskipun demikian, tingkat kesuburan Korea Selatan masih jauh di bawah angka 2,1 yang diperlukan untuk menjaga stabilitas populasi tanpa imigrasi skala besar. Negara ini terus menghadapi tantangan demografis serius, termasuk populasi yang menua dengan cepat dan penurunan jumlah penduduk. Pada 2024, jumlah kematian melebihi kelahiran untuk tahun kelima berturut-turut, dengan 120.000 lebih banyak kematian daripada kelahiran.

Pemerintah Korea Selatan telah menginvestasikan lebih dari $270 miliar sejak 2006 untuk mendorong peningkatan angka kelahiran. Upaya ini mencakup subsidi tunai, layanan pengasuhan anak, dukungan perawatan infertilitas, peningkatan cuti orang tua, dan insentif bagi perusahaan yang mendukung karyawan yang memiliki anak.

Beberapa perusahaan, seperti Booyoung, menawarkan bonus sebesar 100 juta won untuk karyawan yang memiliki anak.

Namun, tantangan tetap ada. Biaya hidup yang tinggi, harga properti yang melambung, dan pasar kerja yang kompetitif membuat banyak pasangan enggan memiliki anak. Selain itu, norma sosial tradisional dan peran gender yang kaku seringkali membebani perempuan dengan tanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan anak, yang dapat menghalangi mereka untuk memiliki lebih banyak anak atau bahkan menikah.

Usia rata-rata ibu saat melahirkan pada 2024 adalah 33,7 tahun, mencerminkan tren penundaan pernikahan dan kelahiran anak. Meskipun ada peningkatan dalam angka kelahiran, beberapa ahli memperingatkan bahwa lonjakan ini mungkin bersifat sementara, terutama jika faktor-faktor ekonomi dan sosial yang mendasari tidak ditangani secara efektif.

Selain itu, penurunan populasi telah berdampak pada sektor pendidikan. Sebanyak 49 sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ditutup tahun ini karena kekurangan siswa, dengan 43 di antaranya berada di provinsi di luar ibu kota Seoul. Hal ini mencerminkan tantangan yang dihadapi daerah pedesaan dalam mempertahankan populasi muda.

Untuk mengatasi krisis demografi ini, beberapa daerah telah mengimplementasikan program insentif lokal. Misalnya, kota Gwangyang menawarkan perawatan medis gratis, subsidi, dan dukungan logistik untuk mendorong pasangan menikah dan memiliki anak. Program serupa di daerah lain menawarkan manfaat finansial, opsi perumahan, dan fasilitas pengasuhan anak yang komprehensif, yang telah berhasil meningkatkan angka pernikahan dan kelahiran di wilayah tersebut.

Namun, para ahli menekankan bahwa upaya pemerintah saja mungkin tidak cukup. Diperlukan keterlibatan sektor swasta dan perubahan budaya yang lebih luas untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keluarga muda. Selain itu, mempertimbangkan kebijakan imigrasi yang lebih terbuka dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi penurunan populasi dan kekurangan tenaga kerja di masa depan.

Secara keseluruhan, meskipun peningkatan angka kelahiran pada 2024 memberikan secercah harapan, Korea Selatan masih menghadapi jalan panjang dalam mengatasi tantangan demografisnya. Kombinasi kebijakan pemerintah yang efektif, dukungan komunitas, dan perubahan sosial diperlukan untuk memastikan tren positif ini berlanjut dan mencapai tingkat kesuburan yang mendukung stabilitas populasi jangka panjang. **

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index