Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akhirnya mengumumkan kebijakan tarif baru untuk semua impor ke AS pada Rabu (2/4) waktu setempat atau Kamis (3/4) pagi waktu Indonesia. Pengumuman ini disertai dengan perilisan daftar tarif timbal balik yang akan dikenakan kepada lebih dari 180 negara dan wilayah, termasuk Indonesia.
Dalam pengumuman tersebut, Trump menjelaskan bahwa AS akan mengenakan tarif timbal balik sebesar 32 persen kepada Indonesia. "Kami akan menagih mereka sekitar setengah dari apa yang telah mereka tagihkan kepada kami," ujar Trump di Rose Garden, Gedung Putih, seperti dikutip dari CNBC pada Rabu (2/4). Trump menambahkan, "Jadi, tarifnya tidak akan bersifat timbal balik penuh."
Berdasarkan daftar tarif yang dipublikasikan Gedung Putih, terdapat dua kolom yang mencantumkan persentase tarif. Kolom pertama menunjukkan tarif yang dikenakan negara lain terhadap AS, sementara kolom kedua mencantumkan tarif baru yang akan dikenakan oleh AS kepada negara tersebut.
Dalam daftar itu, Indonesia disebutkan mengenakan tarif sekitar 64 persen terhadap barang-barang AS, yang disebabkan oleh berbagai penghambat perdagangan dan manipulasi mata uang. Akibatnya, AS memutuskan untuk menetapkan tarif 32 persen terhadap Indonesia. Tarif ini juga diterapkan pada negara-negara Asia lainnya, dengan Taiwan mendapatkan tarif yang sama, yakni 32 persen. Sementara itu, Malaysia dan Jepang akan dikenakan tarif 24 persen, Filipina sebesar 17 persen, dan Singapura 10 persen.
Beberapa negara Asia lainnya bahkan akan dikenakan tarif yang lebih tinggi, seperti China (34 persen), Thailand (36 persen), Vietnam (46 persen), hingga Kamboja dengan tarif tertinggi sebesar 49 persen.
Selain itu, Gedung Putih mengumumkan bahwa tarif untuk semua impor akan berlaku mulai 5 April mendatang. Trump juga mengonfirmasi bahwa mulai tengah malam di Washington, tarif 25 persen akan dikenakan pada semua mobil asing yang diimpor ke AS.
Sebagai bagian dari kebijakan ini, Trump juga mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional untuk meluncurkan tarif, yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan tahunan yang mencapai ratusan miliar dolar. Presiden AS itu juga berjanji bahwa kebijakan tarif ini akan mengembalikan pekerjaan pabrik ke Amerika Serikat.
Namun, kebijakan ini tidak tanpa risiko. Para ekonom memperingatkan bahwa tarif baru tersebut dapat menyebabkan perlambatan ekonomi mendalam karena konsumen dan bisnis berisiko menghadapi kenaikan harga yang tajam untuk barang-barang seperti mobil, pakaian, dan barang-barang konsumsi lainnya.**