Jakarta - Dalam beberapa hari terakhir, Indonesia diwarnai oleh aksi demonstrasi yang dikenal sebagai "Indonesia Gelap" serta ramainya tagar #KaburAjaDulu di media sosial. Kedua gerakan ini dinilai sebagai bentuk ekspresi kekecewaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait efisiensi anggaran, program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Demonstrasi ini telah berlangsung di Jakarta dan berbagai daerah sejak Senin (17/2) dan direncanakan mencapai puncaknya pada Kamis (20/2).
Aksi "Indonesia Gelap" dan maraknya tagar #KaburAjaDulu mencerminkan ketidakpuasan rakyat terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat. Salah satu kebijakan yang paling memicu kemarahan publik adalah efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun yang berdampak langsung pada berbagai layanan publik. Beberapa sektor yang terkena dampaknya adalah tunjangan kinerja dosen serta berbagai program kesejahteraan lainnya.
Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga menjadi sorotan. Program yang awalnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini justru menuai banyak kritik, terutama terkait dengan efektivitas dan alokasi anggaran yang dianggap kurang tepat sasaran. Revisi UU Minerba juga menjadi isu kontroversial karena dinilai lebih berpihak kepada korporasi dibandingkan kepentingan rakyat dan lingkungan.
"Indonesia Gelap" dan Tagar #KaburAjaDulu Menurut Pengamat
Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, menyebutkan bahwa aksi "Indonesia Gelap" dan tagar #KaburAjaDulu merupakan respons atas harapan yang pupus setelah Pilpres 2024. Menurutnya, masyarakat, terutama kalangan muda, memiliki ekspektasi tinggi terhadap pemerintahan baru dalam hal peningkatan lapangan kerja, kenaikan penghasilan, serta daya beli masyarakat. Namun, harapan tersebut justru tidak terpenuhi, sehingga memunculkan rasa kecewa yang diwujudkan dalam bentuk aksi dan gerakan sosial.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif’an, juga menilai bahwa masyarakat semakin resah dengan kebijakan pemerintah. Ia menyoroti bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah tidak diarahkan untuk hal-hal yang benar-benar esensial. Menurutnya, jika pemerintahan Prabowo Subianto tidak segera memberikan respons yang tepat, gerakan ini bisa berkembang lebih besar.
Ali juga menambahkan bahwa gerakan ini memiliki dampak politik yang tidak bisa diabaikan oleh pemerintahan Prabowo. Jika tidak ditangani dengan baik, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah bisa menurun. "Jika tidak segera dijelaskan dan diklarifikasi, aksi-aksi serupa bisa terus berkembang dan merusak citra pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menekankan bahwa pemerintah harus segera merespons dengan bijak tanpa bersikap defensif atau agresif. Menurutnya, pemerintah perlu mengajak publik berdialog untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi tuntutan dalam aksi tersebut.
Respons Pemerintah atas Aksi "Indonesia Gelap" dan Tagar #KaburAjaDulu
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menanggapi aksi "Indonesia Gelap" dengan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap narasi yang digunakan para demonstran. Ia menghormati kebebasan berekspresi, namun meminta massa aksi untuk tidak menyebarkan narasi yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyataan. "Tidak ada Indonesia gelap. Kita harus tetap optimistis dan kompak membangun negara ini bersama," ujarnya.
Prasetyo juga meminta masyarakat untuk memahami bahwa pemerintahan yang baru berjalan empat bulan masih dalam proses bekerja dan melakukan berbagai penyesuaian. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menanggapi tagar #KaburAjaDulu dengan mengaitkannya pada aspirasi masyarakat yang ingin mencari peluang kerja di luar negeri. Ia mengakui bahwa pemerintah memiliki tantangan dalam menciptakan pekerjaan yang lebih baik di dalam negeri dan menjadikannya sebagai perhatian utama pemerintah.
Potensi Eskalasi Gerakan "Indonesia Gelap"
Sejumlah pengamat menilai bahwa jika tuntutan rakyat tidak segera direspons dengan baik, aksi-aksi semacam ini berpotensi semakin membesar. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dapat memicu gerakan sosial yang lebih luas dan lebih intens. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi keluhan masyarakat, terutama dengan membuka ruang dialog dan memberikan solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi rakyat.
Dengan semakin masifnya aksi "Indonesia Gelap" dan tagar #KaburAjaDulu, pemerintah tidak bisa hanya sekadar membantah atau mengabaikan aspirasi rakyat. Langkah yang paling bijak adalah mendengarkan suara masyarakat dan mengambil kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat agar kepercayaan publik terhadap pemerintahan tidak semakin menurun.***